Menggugat Solidaritas: Makassar Mencekam, Luwu Raya Memanggil!

oleh -104 Dilihat
oleh
Menggugat Solidaritas: Makassar Mencekam, Luwu Raya Memanggil!
Sandi Syamsuddin, Mahasiswa dari Kota Palopo yang saat ini kuliah di Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

PERISTIWA mengerikan yang terjadi di Makassar beberapa hari terakhir telah menyayat hati kita. Sekelompok oknum tidak bertanggung jawab secara terang-terangan meneror dan mengancam mahasiswa asal Palopo di berbagai kampus, bahkan berani membentangkan spanduk provokatif yang menyerukan “perang” terhadap orang Palopo di atas flyover kota.

Aksi brutal ini bukan hanya kejahatan terhadap kemanusiaan, tetapi juga tamparan keras bagi nilai-nilai persaudaraan dan kebhinekaan yang selama ini kita junjung tinggi.

Kejadian ini bukan sekadar insiden kecil, melainkan cerminan dari akar permasalahan yang lebih dalam.

Pertanyaan fundamentalnya adalah: mengapa sentimen permusuhan terhadap masyarakat Luwu bisa begitu mudah muncul di ibu kota provinsi sendiri? Apakah ini hanya ulah segelintir preman, ataukah ada narasi yang lebih besar yang sengaja dipelihara untuk memecah belah kita?

Peristiwa ini seharusnya menjadi alarm keras bagi segenap Wija To Luwu (anak-anak Luwu) di manapun berada. Ini bukan waktunya untuk berpecah belah, bersikap pasif, atau tenggelam dalam ketakutan.

Justru, ini adalah momentum paling krusial untuk menggugah kesadaran kolektif kita, memperkuat tali persaudaraan, dan mengambil langkah nyata demi masa depan yang lebih bermartabat bagi Tanah Luwu.

Teror dan provokasi yang kita saksikan di Makassar adalah bukti nyata bahwa kita, masyarakat Luwu, perlu memiliki kedaulatan dan otonomi yang lebih besar untuk melindungi dan memajukan daerah kita sendiri.

Jika di ibukota provinsi saja keamanan dan martabat kita bisa dipertaruhkan, lantas sampai kapan kita akan terus berada di bawah bayang-bayang kerentanan ini?

Janji Kemerdekaan yang Terabaikan: Mengapa Luwu Raya Harus Terwujud?

Perjuangan Luwu untuk mendapatkan pengakuan dan otonomi bukanlah hal baru.

Sejarah mencatat, peran besar Kedatuan Luwu dan perjuangan heroik Datu Pajung’e ri Luwu Andi Djemma dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia di masa awal republik. Andi Djemma dikenal sebagai pemimpin “Gerakan Soekarno Muda” yang mendukung penuh proklamasi kemerdekaan.

Baca Juga:  KPU Tetapkan IBAS-Puspa Sebagai Bupati dan Wakil Bupati Lutim 2025-2030

Atas jasa-jasa tersebut, Ir. Soekarno sendiri, sebagai Proklamator dan Presiden pertama Republik Indonesia, pernah menjanjikan status Daerah Istimewa kepada Luwu pada tahun 1958.

Janji ini disampaikan langsung setelah pertemuan antara Presiden Soekarno dan Andi Djemma, dengan visi agar Luwu memiliki status khusus setara dengan Aceh dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bahkan, Presiden Soekarno secara langsung menganugerahkan Bintang Gerilya kepada Andi Djemma pada 10 November 1958 sebagai bentuk penghormatan atas dedikasinya.

Janji itu, sayangnya, hingga kini belum terwujud. Luwu, yang seharusnya mendapatkan penghargaan atas kontribusinya, justru terpinggirkan dan kerap menghadapi berbagai tantangan, termasuk insiden diskriminatif seperti yang baru-baru ini terjadi.

Tuntutan pemenuhan janji ini masih terus digaungkan oleh Istana Luwu dan berbagai elemen masyarakat, seperti yang tersimbolkan dalam pemberian Keris Sapukala kepada tokoh nasional, yang melambangkan kejujuran, kebenaran, dan ketegasan.

Ini adalah pengingat pahit bahwa janji kemerdekaan kepada Luwu masih menjadi utang sejarah yang harus dilunasi.

Melihat realitas pahit ini, satu-satunya jawaban yang paling relevan dan strategis adalah mempercepat pembentukan Provinsi Luwu Raya. Ini bukan lagi sekadar impian, melainkan kebutuhan mendesak untuk memastikan hak-hak dan kesejahteraan masyarakat Luwu dapat terpenuhi secara optimal.

Dengan memiliki provinsi sendiri, kita akan memiliki kontrol penuh atas sumber daya alam dan potensi ekonomi Luwu untuk kemakmuran masyarakat lokal.

Ini memungkinkan kita membangun infrastruktur dan fasilitas publik yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik geografis Luwu tanpa harus menunggu alokasi dari Makassar.

Lebih jauh lagi, kita dapat mengembangkan sektor pendidikan dan kesehatan yang lebih berkualitas dan merata di seluruh wilayah Luwu Raya, serta meningkatkan representasi politik dan memastikan suara masyarakat Luwu didengar dalam setiap pengambilan kebijakan.

Baca Juga:  Maju Caleg DPR-RI, Ryan Latief Perjuangkan Kuliah Gratis dan Kemajuan Dunia Olahraga

Yang terpenting, melalui otonomi ini, kita dapat menciptakan rasa aman dan keadilan bagi seluruh Wija To Luwu, di mana hukum ditegakkan tanpa pandang bulu dan diskriminasi tidak memiliki tempat.

Pembentukan Provinsi Luwu Raya adalah manifestasi dari harga diri dan martabat Wija To Luwu. Ini adalah langkah konkret untuk keluar dari bayang-bayang diskriminasi dan ancaman yang kerap menimpa kita, sekaligus menuntut pemenuhan janji historis yang telah lama tertunda.

Mari Bergerak, Bersatu, dan Berjuang!

Kepada seluruh Wija To Luwu, para tokoh adat, cendekiawan, pemuda, mahasiswa, dan seluruh elemen masyarakat, inilah saatnya untuk bangkit dan bersatu. Mari kita jadikan insiden di Makassar sebagai cambuk pemicu semangat untuk fokus memperjuangkan pembentukan Provinsi Luwu Raya.

Jangan biarkan dendam dan provokasi menguasai kita. Sebaliknya, mari kita salurkan energi ini menjadi kekuatan positif untuk mewujudkan cita-cita bersama.

Mari kita galang kekuatan, menyatukan visi, dan bekerja sama dalam setiap langkah perjuangan ini. Masa depan Luwu Raya ada di tangan kita. Sekarang atau tidak sama sekali!. (*/)

Penulis:
Sandi Syamsuddin
Mahasiswa dari Kota Palopo yang saat ini kuliah di Fakultas Hukum Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.