Akademisi UMB Sebut Kegagalan APBD Palopo adalah Kegagalan Bersama

oleh -337 Dilihat
oleh
Akademisi UMB Sebut Kegagalan APBD Palopo adalah Kegagalan Bersama
Pengamat Ekonomi Pembangunan, Afrianto Nurdin, menilai jika kebijakan diproduksi, bukan berhenti pada output, tapi outcomenya nyata dirasakan masyarakat.

Palopo, Kabartanaluwu.id – Akademisi Universitas Mega Buana (UMB), Afrianto Nurdin, menyoroti lembaga eksekutif dan legislatif Kota Palopo yang terkesan saling mendahulukan ego lembaga.

Afrianto Nurdin mengatakan, DPRD bukan lembaga pasif yang hanya menunggu dokumen. “Ia memiliki kewenangan, tanggung jawab dan instrumen mencegah atau mempercepat penyelesaian krisis anggaran,” kata pria yang biasa dipanggil Afri ini.

Jika DPRD Kota Palopo tidak menggunakan kewenangannya secara pro aktif, maka kata Afri, DPRD Palopo turut bertanggungjawab atas sejarah baru Palopo tanpa APBD.

“DPRD memliki instrumen konstitusional seperti hak interplasi, hak angket atau pernyataan sikap resmi, jika memang pemkot terbukti sengaja mengulur waktu atau menahan dokumen,” katanya.

Baca Juga:  Pemkab Lutim Serahkan Ranperda APBD 2026 ke DPRD

Namun, lanjut Afri, jika terjadi disharmonisasi antara eksekutif dan legislatif, maka masyarakat juga bisa mempertanyakan. “Kita patut curiga jika ada disharmonisasi diantara kedua lembaga itu. Ada apa?,” katanya.

Afri juga mempertanyakan, apakah pihak DPRD telah melalukan pendekatan kolaboratif. “Atau justru mengajukan tuntutan anggaran yang tidak rasional? Sebab, situasi ini bisa saja menghambat proses teknokrasi APBD,” lanjutnya.

“Ini bukan pembenaran atas keterlambatan eksekutif saja, tetapi menunjukkan bahwa kebuntuan sering bersifat dua arah,” tambahnya.

Proses pembahasan APBD, kata Afri, membutuhkan waktu yang cukup untuk memastikan anggaran responsif terhadap kebutuhan konstituen.

Baca Juga:  DPRD dan Pemkab Lutim Sepakati APBD-P 2025

“Jika pemerintah Kota Palopo menyerahkan Ranperda di menit-menit terakhir atau bahkan lewat tenggat, maka DPRD dipaksa memilih antara mengesahkan anggaran tanpa kajian mendalam yang berisiko pada inefisiensi dan penyalahgunaan anggaran atau menolak/menunda yang berdampak pada vakum fiskal,” jelasnya.

Menurut Afri, ini adalah bentuk “otokrasi terselubung” yang mengabaikan prinsip checks and balances dalam sistem pemerintahan daerah. “Kembali yang akan dirugikan jika hal ini tanpa penyelesaian, ialah masyarakat,” tutupnya.

Hingga awal Desember, jadwal lanjutan pembahasan APBD belum juga dipastikan setelah sempat tertunda di tahap KUA-PPAS. (*/)

No More Posts Available.

No more pages to load.